Keberadaan virus COVID-19 belum hilang. Semua orang masih berpotensi tertular COVID-19. Jika tertular, maka muncul gejala yang dialami tubuh. Kehilangan indera penciuman merupakan salah satunya. Tetapi, penyakit flu biasa pun juga mempunyai gejala yang sama. Lalu, apa yang membedakan gejala kehilangan indera penciuman yang disebabkan oleh COVID-19 dengan flu biasa?
Hilangnya kemampuan indera penciuman pada manusia disebut dengan anosmia. Mengutip dari Medical Xpres, sebuah studi dilakukan untuk mencari perbedaan antara anosmia yang disebabkan oleh COVID-19 dengan flu. Pengujian dilakukan untuk mengetahui kemampuan penciuman dan indera pengecap pada 10 pasien COVID-19, 10 pasien flu, dan 10 orang yang sehat. Terdapat beberapa perbedaan yang dapat dicermati.
Dari penelitian tersebut, ditemukan jika pasien COVID-19 mengalami kehilangan fungsi penciuman lebih parah dari yang lain. Kondisi tersebut dibarengi dengan hilangnya kemampuan indera pengecap. Pasien COVID-19 tidak bisa membedakan rasa manis dan pahit pada makanan. Pada pasien flu, tidak ditemukan gejala menurunya kemampuan indera pengecap. Sebagian kecil mengalami penurunan fungsi indera pengecap, tetapi mereka masih sanggup membedakan rasa manis dan pahit pada makanan.
Anosmia memang gejala umum pasien COVID-19. Menurut Office for National Statistics mengungkapkan bahwa anosmia tak hanya terjadi pada pasien bergejala, tetapi juga dialami oleh kelompok asimptomatik. Gejala ini pun tersebar rata di semua kelompok umur. Tidak hanya indera penciuman saja, tetapi indera pengecap juga akan mengalami penurunan fungsi. Pasien COVID-19 kehilangan indera penciuman secara tiba-tiba. Pada keadaan tersebut, hidung pasien COVID-19 tidak tersumbat.
Pasien terkena COVID-19 dan seseorang yang terkena flu mengalami penurunan fungsi indera penciuman. Tetapi, terdapat beberapa perbedaan anosmia yang terjadi pada pasien COVID-19 dengan gejala flu biasa. Mengutip halodoc, berikut perbedaannya:
- Muncul secara tiba-tiba.
Anosmia pada gejala COVID-19 cenderung muncul secara tiba-tiba dan parah. Gejala anosmia muncul sekitar 2-14 hari setelah terinfeksi virus COVID-19. Penurunan fungsi penciuman terjadi secara tiba-tiba walaupun tubuh tidak mengalami permasalahan pernapasan. Anosmia pada flu biasa ditandai dengan hidung tersumbat. Kondisi tersebut membuat kemampuan indera penciuman terganggu,
- Disertai dengan gejala dysgeusia.
Menurut penelitian pada jurnal Rhinology, pasien COVID-19 mengalami kehilangan fungsi indera penciuman yang lebih parah dari flu biasa. Anosmia pada pasien COVID-19 dibarengi dengan gejaka dysgeusia. Dysgeusia adalah penurunan fungsi indera pengecap atau perasa. Lebih spesifiknya, pasien COVID-19 tidak bisa membedakan rasa manis dan pahit. Sementara itu, seseorang yang terkena flu tidak mengalami penurunan kemampuan indera pengecap. Walaupun kehilangan fungsi indera pengecap, orang terserang flu masih bisa membedakan rasa manis dan pahit. Menurut para ahli, dysgeusia pada pasien COVID-19 dapat mempengaruhi sel-sel saraf yang berhubungan dengan penciuman dan rasa.
- Bukan disebabkan oleh hidung tersumbat.
Anosmia yang dialami pasien COVID-19 dikaitkan dengan sistem saraf pusat. Professor Carl Philpott dari University of East Anglia’s Norwich Medical School mengungkapkan bahwa virus COVID-19 dapat mempengaruhi sistem saraf pusat. Hal tersebut ditunjukkan dengan tanda-tanda neurologis yang terjadi pada pasien COVID-19.
Kenali gejala COVID-19 sejak dini. Identifikasi beberapa gejala COVID-19 yang mirip dengan penyakit lainnya. Contohnya adalah persamaan pasien COVID-19 dan penderita flu yang mengalami penurunan fungsi indera penciuman. Jika ditelusuri lebih lanjut, terdapat perbedaan dari keduanya. Maka dari itu, penting untuk mengetahui secara detail gejala COVID-19. Selain itu, cek kadar oksigen dalam darah penting untuk mendeteksi tubuh terinfeksi COVID-19. Mengingat salah satu gejala tertular COVID-19 yaitu berkurangnya kadar oksigen dalam darah.
Kadar oksigen dikatakan normal jika menunjukkan nilai 75 sampai 100 mm Hg. Jika kadar arteri dalam darah menunjukkan nilai kurang dari 60 mmHg, maka tubuh membutuhkan oksigen tambahan. Tingkat saturasi oksigen normal antara 95 dan 100 persen. Jika saturasi oksigen dibawah 90% maka termasuk dalam kategori rendah. Maka dari itu, penting untuk melakukan cek kandungan oksigen dalam darah secara mandiri.
Penurunan kadar oksigen dalam darah dapat dialami secara tiba-tiba. Maka dari itu, diperlukan alat untuk mengecek kadar oksigen dalam darah kapanpun dan dimanapun. Teknologi canggih tersebut hadir dengan nama WISH Smartwatch. Dengan WISH, cek kadar oksigen dalam darah dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan akurat. WISH Smartwatch merupakan teknologi untuk mengetahui kondisi kesehatan tubuh. Tanpa perlu ke rumah sakit, dengan menggunakan WISH Smartwatch pengguna akan mengetahui kondisi tubuhnya.
Selain itu, WISH dapat melakukan penyimpanan data kesehatan pengguna. Perkembangan kadar oksigen dalam darah dapat disimpan dan dipantau. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pencegahan penyebaran virus COVID-19. Rekaman data dapat dipantau lewat smartphone pengguna. Cukup unduh WISH Mobile Apps, pengguna dapat memantau rekaman data kesehatan dengan mudah.
Gejala COVID-19 harus dipelajari secara detail. Persamaan gejala dengan penyakit lain memunculkan kekhawatiran bahwa seseorang tidak mengetahui dirinya terinfeksi COVID-19. Contohnya adalah persamaan gejala COVID-19 dengan flu. Selain dipelajari, lakukan pemeriksaan rutin kadar oksigen dalam darah. Mengingat bahwa salah satu gejala COVID-19 adalah menurunnya kadar oksigen dalam darah. Pantau dan kontrol kadar oksigen dalam darah dengan WISH Smartwatch. Cegah penularan COVID-19 dengan pintar. Gunakan WISH Smartwatch untuk mengontrol kesehatan tubuh setiap saat.